Bukan Singa, "Predator" Inilah yang Paling Ditakuti Hewan Sabana Afrika
Senin, 14 Oktober 2024
Edit
Singa dijuluki Si Raja Hutan bukan tanpa sebab. Cakar tajam, otot kuat, mata jeli, serta taring kuat membuatnya jadi predator yang dihindari oleh sebagian besar binatang. Terlebih keahliannya dalam berburu secara berkelompok, hewan ini seharusnya adalah pemangsa yang paling ditakuti.
Namun fakta berbicara sebaliknya. Berdasarkan pengamatan di sabana Afrika, dikutip dari Science Alert, satwa liar di sana tidak begitu takut dengan auman singa. Mayoritas penghuni padang rumput itu justru lebih takut terhadap satu makhluk. Siapa itu?
Manusia Jadi "Predator" yang Paling Ditakuti
Makhluk yang lebih ditakuti oleh sebagian besar "warga" sabana di Afrika daripada singa adalah manusia. Hal ini sebagaimana dilaporkan sebuah pengamatan yang dimuat dalam Journal Current Biology.
Ahli ekologi Universitas Western Liana Zanette dan rekan-rekannya memutar serangkaian vokalisasi dan suara kepada satwa liar di Taman Nasional Kruger Raya, Afrika Selatan.
Kawasan ini merupakan rumah bagi populasi singa (Panthera leo) terbesar yang tersisa di dunia. Sehingga kawanan hewan di sana dianggap sangat menyadari keganasan karnivora satu itu.
Para peneliti meletakkan kamera dan pengeras suara di lubang air selama musim kemarau. Mereka memutar rekaman ulang suara percakapan manusia dalam bahasa lokal, meliputi bahasa Tsonga, Sotho Utara, Inggris, dan Afrikaans. Serta suara kegiatan perburuan manusia, termasuk gonggongan anjing dan bunyi tembakan.
Di sisi lain, suara sekumpulan singa yang saling "mengobrol" satu sama lain juga diputar. Vokalisasi singa di sini bukan saling mengaum.
Dilaporkan bahwa hampir 19 spesies hewan meninggalkan kubangan air segera setelah mendengar perbincangan manusia dibanding suara singa. Binatang yang diamati langsung lari, mencakup badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, dan babi hutan.
Rasa Takut Bukti Nyata Dampak Ulah Manusia
Vokalisasi manusia yang diputar pada pengamatan itu, menurut para peneliti menunjukkan bahwa satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya sebenarnya. Sementara gonggongan anjing dan suara perburuan lain hanyalah pelengkap kecil.
"Ketakutan terhadap manusia sudah mengakar dan menyebar luas," ujar Clinchy, salah satu peneliti.
Rasa takut yang muncul sesaat usai mendengar percakapan manusia ini tidak dapat dibiarkan, terlebih bagi populasi spesies sabana yang populasinya menyusut. Sebab ketakutan yang berkelanjutan kelak bisa semakin mengurangi populasi satwa yang ada.
"Saya pikir meluasnya rasa takut di seluruh komunitas mamalia sabana adalah bukti nyata dampak lingkungan yang ditimbulkan manusia," kata Zanette.
Lebih lanjut, Zanette menuturkan, "Tidak hanya melalui hilangnya habitat, perubahan iklim , dan kepunahan spesies, yang semuanya merupakan hal penting. Namun, kehadiran kita di lanskap itu saja sudah cukup menjadi sinyal bahaya sehingga mereka merespons dengan sangat kuat. Mereka sangat takut pada manusia, jauh lebih takut daripada predator lainnya."
Pengetahuan mengenai ketakutan satwa liar terhadap manusia ini mungkin bisa dimanfaatkan oleh para ahli biologi konservasi untuk bantu menyelamatkan spesies seperti badak putih selatan dari ancaman kepunahan.
Sumber : detik