Beda Nasib, Industri Tekstil RI Tak Segagah India-Vietnam Lawan China

 

Nasib industri tekstil di Indonesia menjadi salah satu yang paling disorot dibanding negara-negara lain. Pasalnya, banyak pabrikan tekstil yang tutup hingga harus melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawannya.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mencontohkan negara lain yang memiliki nasib serupa diantaranya Thailand. Sedangkan banyak negara lain yang nasibnya lebih baik.

"Tapi kalau kayak India, Vietnam, nah itu lagi bagus. Bangladesh itu karena situasi ekonomi kan, situasi Bangladesh belakangan udah hancur duluan. Tapi kalau yang lain-lain kayak Meksiko, Amerika juga lagi bagus. Amerika tekstilnya lagi bangun lagi dia. Jadi garmen-garmen itu udah mulai jalan, dia pakai tenaga kerja migran. Jadi memang tekstil ini bukan 100% tergantung kondisi dunia, tapi tergantung policy government," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/10/2024).

Menurutnya, industri tekstil di negara-negara tersebut masih tumbuh karena tak gampang dimasuki barang impor asal China.

Negara tersebut tidak hanya mengandalkan pasar ekspor untuk tumbuh, melainkan mengamankan pasar dalam negerinya terlebih dulu.

"Jadi dia awalnya masih dalam negeri dulu. Baru setelah itu, karena dia kan perlu ekonomi scale. Dia perlu ekonomi scale karena padat karya dia perlu ekonomi scale," kata Redma.

Di sisi lain, imbuh dia, China saat ini juga sedang mengalami penurunan. Meski, tidak seperti tekstil RI yang utlisisasinya di bawah setengah, utilisasi China hanya menurun sedikit.

"Nah, Cina lagi jelek ya. Tapi jeleknya Cina itu bukan jelek kayak kita. Kalau kita utilisasi drop sampai 40%, paling dia turun sekarang masih 70-80%. Jadi jeleknya dia biasanya 90, sekarang 80 gitu ya. Jadi dia turun tapi masih level up," kata Redma.

Sumber : CNBC Indonesia

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel